Hari ini saya datang ke acara pengajian, karena ada salah satu teman saya di Budapest yang sedang berduka. Ibunya baru saja dipanggil, menghadap Yang Maha Kuasa.
Saya termenung, nggak kebayang kalau hal yang sama terjadi pada saya. Dalam keadaan tinggal di luar negeri, sedang terjadi pandemi, sehingga tidak bisa semudah itu untuk kembali ke Indonesia. Saya nggak tau bakalan kuat atau nggak.
Sesungguhnya, itu adalah salah satu ketakutan terbesar saya — ketika orang yang saya sayangi harus pergi selamanya, sementara saya tidak ada di sampingnya. Gimana coba rasanya?
Lalu seusai pengajian, kami disuguhi berbagai sajian makanan. Sembari makan, saya duduk di sudut ruangan, memperhatikan orang-orang yang bercengkrama, beberapa bahkan asik bercanda. Pikiran saya bertanya-tanya, bagaimana bisa melontarkan canda dikala ada satu diantara kita yang sedang berduka?
Bukan saya bermaksud menghakimi mereka yang tertawa, tapi saya hanya menyadari satu hal. That.. our life is short. Our grieve might be insignificant to others. When someone close to you die, you might grieve for several days. Some people can even grieve for years. But the others? They move on. The world still goes on. And we are all alone with our own grief.
It might be even harder for my friend, as he cannot be there on the last time of his beloved mother. But what I saw yesterday is he is a very strong man. Maybe deep down he is still sad, broken hearted, and grieving. But he tried his best, to be ‘present’. To accept that his mom is no longer in this world, but he believes that she will be forever in his heart. Because that’s what really matters. May Allah grant her the best place in heaven.