About Grief

Hari ini saya datang ke acara pengajian, karena ada salah satu teman saya di Budapest yang sedang berduka. Ibunya baru saja dipanggil, menghadap Yang Maha Kuasa.

Saya termenung, nggak kebayang kalau hal yang sama terjadi pada saya. Dalam keadaan tinggal di luar negeri, sedang terjadi pandemi, sehingga tidak bisa semudah itu untuk kembali ke Indonesia. Saya nggak tau bakalan kuat atau nggak.

Sesungguhnya, itu adalah salah satu ketakutan terbesar saya — ketika orang yang saya sayangi harus pergi selamanya, sementara saya tidak ada di sampingnya. Gimana coba rasanya?

Lalu seusai pengajian, kami disuguhi berbagai sajian makanan. Sembari makan, saya duduk di sudut ruangan, memperhatikan orang-orang yang bercengkrama, beberapa bahkan asik bercanda. Pikiran saya bertanya-tanya, bagaimana bisa melontarkan canda dikala ada satu diantara kita yang sedang berduka?

Bukan saya bermaksud menghakimi mereka yang tertawa, tapi saya hanya menyadari satu hal. That.. our life is short. Our grieve might be insignificant to others. When someone close to you die, you might grieve for several days. Some people can even grieve for years. But the others? They move on. The world still goes on. And we are all alone with our own grief.

It might be even harder for my friend, as he cannot be there on the last time of his beloved mother. But what I saw yesterday is he is a very strong man. Maybe deep down he is still sad, broken hearted, and grieving. But he tried his best, to be ‘present’. To accept that his mom is no longer in this world, but he believes that she will be forever in his heart. Because that’s what really matters. May Allah grant her the best place in heaven.

Lulus

Tidak terasa, saya sudah hampir sampai di penghujung masa-masa saya tinggal di Budapest. Dengan berakhirnya masa studi saya.

30 Juni 2020, saya resmi menyelesaikan thesis defense saya. Pagi hari itu saya terbangun dengan perasaan deg-degan setelah malamnya saya mempersiapkan bahan presentasi. Hari itu saya kebagian urutan presentasi yang ke-2. Entah harus senang atau panik. Tapi yasudahlah, jalani saja.

Hal yang paling bikin saya kaget adalah, presentasi sidang hanya diberi waktu 20 menit termasuk tanya jawab. Saya bingung sekali, karena dulu saat masih S1, sidang skripsi bisa berlangsung hingga 1-1.5 jam sendiri. Tapi di sisi lain saya senang juga sih, karena efektif juga kalau sidang cuma sebentar gitu, jadi nggak usah nyiapin materi banyak-banyak hehe.

Alhamdulillah, sidang berjalan lancar dan rasanya saya kayak lagi presentasi kerja aja. Nggak ada beban. Hasilnya pun memuaskan, penguji dan pembimbing mengatakan nilai saya 5 out of 5. Yeay! Sekarang saya resmi menyandang gelar MSc Business Informatics.

Keluar dari ruang sidang, sudah ada teman-teman saya yang menunggu untuk merayakan bersama. Senang sekali, walaupun jauh dari keluarga tapi disini saya dapat keluarga baru yang sangat sayang dan peduli sama saya.

Walaupun sedih, tahun ini tidak ada acara wisuda karena Coronavirus. Tapi teman-teman dari PPI dan KBRI berbaik hati membuatkan ‘graduation party‘ untuk kami yang lulus tahun ini. Saya dan teman-teman yang lulus tahun ini adalah bagian dari sejarah, yang lulus di masa sulit ini, ada yang bilang angkatan kami ‘angkatan Corona’ hahaha.

Campur aduk rasanya, tak terasa ternyata sudah 2 tahun saya tinggal di Budapest untuk mengejar mimpi. Dan sekarang akhirnya mimpi saya sudah tercapai. Waktunya untuk pulang dan merajut mimpi yang baru.

Terima kasih teman-teman semua, yang sudah menemani perjalanan dan perjuangan saya selama 2 tahun disini. Terima kasih sudah mau diajak jalan-jalan bareng, mau makan masakan saya yang super enak (iya, sombong emang), dan mau main bareng sama saya. Saya nggak akan lupa masa-masa indah ini. You’re gonna live forever in me.

Cheers and see you on top!